Setiap manusia, sebagai anak keturunan Adam, pasti tidak akan lepas dari kesalahan atau dosa, baik disengaja maupun tidak. Ini adalah bagian dari fitrah kita sebagai makhluk yang lemah, terbatas, dan tidak pernah bebas dari kekeliruan. Namun, di balik kelemahan tersebut, terdapat kesempatan berharga yang sering terlupakan, yaitu kesempatan untuk bertobat, kembali kepada Allah, dan memohon ampunan dari-Nya, Sang Penguasa seluruh alam. Sebagai hamba yang menyadari kekurangan dirinya, kita seharusnya selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan memohon ampunan atas segala dosa, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Betapa indahnya Islam yang tidak hanya memberikan kita kesempatan kedua, tetapi juga menuntun kita dengan doa-doa yang memiliki keutamaan luar biasa. Salah satu di antaranya adalah Sayyidul Istigfar, doa yang disebut sebagai penghulu dari segala permohonan ampun.
Sayyidul Istigfar adalah cermin dari ketulusan hati yang mendambakan penghapusan dosa, pintu menuju rida Ilahi yang agung. Apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan ini, atau justru menjadikannya sebagai perisai dari keburukan yang terus membayangi? Hanya mereka yang benar-benar memahami nilai istigfar yang akan merasakan kedamaian hakiki, menjadikan doa ini sebagai teman setia dalam setiap tarikan nafas.
Pengertian Sayyidul Istigfar
Sayyidul Istigfar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut doa yang disebut sebagai “penghulu” atau “sayyid” dari segala bentuk permohonan ampun (istigfar). Doa ini diriwayatkan dalam hadis sahih dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Penghulu istigfar adalah apabila engkau mengucapkan,
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“ALLAHUMMA ANTA RABBI LAILAHA ILLA ANTA, KHALAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU. A’UDZU BIKA MIN SYARRI MA SHANA’TU, ABU’U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA, WA ABU’U BI DZANBI, FAGHFIRLIY FAINNAHU LAYAGHFIRUDZ DZUNUBA ILLA ANTA
(Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tidak ada Rabb yang berhak disembah, kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa, kecuali Engkau).” (HR. Bukhari no. 6306, dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal pada hari itu sebelum waktu petang, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal sebelum subuh, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari no. 6306)
Keutamaan Sayyidul Istigfar
Keutamaan Sayyidul Istigfar sangatlah agung. Salah satunya adalah janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa orang yang mengucapkan doa ini dengan keyakinan penuh, lalu meninggal pada hari atau malam itu, maka ia akan masuk surga. Hal ini menunjukkan betapa besar nilai dari doa ini.
Sayyidul Istigfar merupakan bentuk pengakuan seorang hamba atas nikmat Allah yang begitu banyak, sekaligus pengakuan atas dosa dan kesalahan yang diperbuatnya. Dalam doa ini, terdapat unsur tawakal, keikhlasan, dan ketergantungan total seorang hamba kepada Rabb-nya.
Keutamaan memohon ampunan juga ditegaskan dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ اِنَّهٗ كَانَ غَفَّارًاۙ
“Maka, aku berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.’” (QS. Nuh: 10)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا اَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهٗ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّٰهَ يَجِدِ اللّٰهَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan atau menganiaya dirinya sendiri, kemudian memohon ampun kepada Allah, niscaya dia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)
Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya rahmat dan ampunan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang mau bertobat dan memohon ampun dengan sungguh-sungguh. Maka, dengan membaca dan mengamalkan Sayyidul Istigfar, kita menempatkan diri kita di antara orang-orang yang senantiasa berharap dan mengharap rahmat Allah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menjadikan Sayyidul Istigfar sebagai amalan rutin dalam kehidupan sehari-hari sebagai refleksi hati yang tulus mengakui kelemahan dan kesalahan, serta keinginan kuat untuk menjadi hamba yang lebih baik di sisi Allah Ta’ala.
Kandungan dan makna
Pada bagian pertama dari doa ini, seorang hamba dengan tulus mengakui keesaan Allah dengan berkata, “اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ” (Ya Allah, Engkaulah Rabbku, tidak ada ilah yang berhak disembah, selain Engkau). Ini adalah pengakuan atas tauhid rububiyah, yang menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah karena Dia adalah pencipta, pemelihara, dan pengatur seluruh alam semesta.
Selanjutnya, dalam doa ini, hamba mengakui bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Allah dengan mengucapkan, “خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ” (Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu). Sebuah ungkapan yang menggambarkan hubungan antara hamba dan Sang Pencipta, di mana manusia menyadari posisinya sebagai makhluk yang harus tunduk dan patuh hanya kepada Allah. Ini juga menegaskan kewajiban manusia untuk beribadah dan taat kepada-Nya, mengingat bahwa hanya Allah yang menciptakan dan memberikan kehidupan kepada mereka.
Selain itu, doa ini menunjukkan komitmen hamba untuk senantiasa berada di jalan yang benar dan menepati janji kepada Allah dengan menyatakan, “وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ” (Aku berada di atas janji dan ikatan kepada-Mu semampu yang aku bisa). Kalimat yang mencerminkan tekad seorang muslim untuk selalu berusaha memenuhi perintah dan petunjuk Allah dalam kehidupannya. Namun, manusia tidak terlepas dari kesalahan dan dosa, sehingga hamba juga memohon perlindungan dari Allah dengan berkata, “أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ” (Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang telah aku perbuat).
Terakhir, dalam Sayyidul Istigfar, seorang hamba mengakui nikmat-nikmat yang Allah berikan dengan kalimat, “أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ” (Aku mengakui kepada-Mu atas nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku), sembari menyadari dosa-dosanya dan memohon ampun dengan penuh kerendahan hati, “وَأَبُوءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي” (dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku). Kemudian menutup doa dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa-dosa dengan mengucapkan, “فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ” (karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa, kecuali Engkau) yang menunjukkan pengharapan dan keyakinan penuh kepada rahmat dan ampunan Allah.
Sayyidul Istigfar merupakan pengakuan akan keagungan Allah Ta’ala, ketergantungan manusia kepada-Nya, dan kesadaran atas nikmat serta dosa yang telah dilakukan. Maka dari itu, Sayyidul Istigfar menjadi salah satu amalan harian yang sangat penting untuk meraih rahmat dan ampunan Allah. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk senantiasa mengamalkan Sayyidul Istigfar dalam kehidupan kita sehari-hari dan meraih keutamaan yang dijanjikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Amin.
Sumber: https://muslim.or.id